Alasan Klasik di Balik Kematian Orang Utan usai Dievakuasi

Erupsi.com, MEDAN – Satu individu orang utan Sumatra (Pongo abelii) tewas di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orang Utan Sumatera Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Minggu (22/1/2023) pukul 17:34 WIB.

Miskin edukasi dan pengetahuan penduduk sekitar habitat satwa dilindungi diduga menjadi alasan klasik di balik tragedi ini.

Orang utan yang dimaksud sebelumnya ditemukan warga di Desa Kuta Pengkih, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada Jumat (20/1/2023).

Ia dijemput tim Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dan The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) pada Sabtu (21/1/2023). Selang sehari kemudian, satwa malang itu dinyatakan mati.

Berdasar keterangan resmi Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara Rudianto Saragih Napitu, terdapat bekas luka dan retak pada bagian tulang punggung satwa tersebut.

BBKSDA Sumatera Utara membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan kekerasan terhadap fisiknya.

“Orang utan mengalami kesulitan bernafas (pemafasan irregular) dan orang utan tersebut tidak terselamatkan,” petikan keterangan resmi Rudianto.

orang utan Sumatra
Tim medis melakukan nekropsi terhadap jasad orang utan Sumatra yang tewas pada Minggu (22/1/2022). / Dok BBKSDA Sumatera Utara

Sebelum tewas di pusat karantina dan rehabilitasi, orang utan berjenis kelamin jantan ini ditemukan warga di area perladangan Desa Kuta Pengkih, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada Jumat (20/1/2023).

Warga berupaya mengusir agar kembali ke hutan. Karena tidak berhasil, mereka menangkap dan membawanya ke ruang kosong Puskesmas setempat.

Video amatir warga yang memperlihatkan satwa itu turun memasuki area perkebunan beredar di media sosial hingga sampai ke telinga pihak berwenang.

Orang Utan dalam Kondisi Diikat

Utusan dua organisasi swadaya mitra BBKSDA Sumatera Utara kemudian bertolak ke lokasi dan tiba pada Sabtu (21/1/2023) pagi. Sebelum dievakuasi menuju pusat karantina dan rehabilitasi, tim melakukan pemeriksaan medis.

“Tim mendapati orang utan ditempatkan di ruangan perawatan di Puskesmas Kuta Pengkih dalam kondisi masih terikat dengan tali dan bambu, saat itu juga segera dilakukan pemeriksaan kondisi satwa,” petikan keterangan resmi Rudianto.

Setelah orang utan dibius, tim melepaskan ikatan pada bagian tangannya. Mereka mengobati luka, memberi vitamin dan obat pereda rasa sakit. Setelah itu, ia digotong ke kendaraan pengangkut khusus lalu diboyong ke pusat karantina dan rehabilitasi.

Selama di perjalanan, menurut Rudianto, kondisi orang utan dipantau oleh dokter hewan. Setibanya di tujuan pada Sabtu (21/1/2023) siang, mereka langsung memberi perawatan lebih intensif seperti infus dan obat-obatan.

Satwa itu, lanjut Rudianto, mulai sadar dari pengaruh bius dan masih mau mengonsumsi makanan pada Sabtu (21/1/2023) sore. Namun nyawanya melayang sehari berikutnya karena kesulitan bernafas.

“Tindakan selanjutnya adalah melakukan nekropsi dan pengambilan darah orang utan untuk pemeriksaan lebih lanjut, setelah itu dilakukan penguburan,” kata Rudianto.

Berdasarkan keterangan sumber Erupsi di lokasi peristiwa, keberadaan orang utan sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi warga di Dusun Kuta Kendit, Desa Kuta Pengkih, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Mereka menyebutnya mawas.

Menurut sumber yang sengaja tidak dituliskan namanya tersebut, warga sudah lama hidup berdampingan dengan mawas. Mereka tidak berani mengganggunya karena faktor kepercayaan.

“Karena kami yakin adanya mawas inilah yang membuat kebun kami subur dan banyak buah. Jadi ketika kami melihat dia, kami biarkan saja,” ujarnya.

Tidak Pernah ada Sosialisasi

Selama ini, warga tidak pernah memeroleh edukasi langsung mengenai status perlindungan terhadap mawas. Mereka tidak pernah memeroleh sosialisasi tentang satwa itu dari otoritas terkait meski hidup berdampingan dengan satwa tersebut.

“Yang kami tahu mawas itu hewan langka. Itu saja,” katanya.

Meski sudah tidak asing lagi, warga tetap terkejut saat melihat sesosok mawas berkeliaran di kebun mereka. Tanpa pengetahuan mumpuni, mereka berupaya mengusir satwa itu agar balik ke dalam hutan.

Namun mawas menolak. Karena panik, warga berusaha menangkap satwa tersebut untuk selanjutnya diserahkan ke petugas berwenang. Setelah diboyong ke Puskesmas setempat, warga memberinya buah-buahan dan air.

“Mawas kami tangkap karena awalnya kami merasa takut kalau dia ada di ladang. Kami lalu berencana memanggil orang dinas supaya datang menyelamatkan,” tutur sumber Erupsi.

Mawas alias orang utan Sumatra tergolong satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa ini berstatus Kritis (Critically Endangered) versi International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Leave a Comment