Kisah Tragis di Balik Keganasan Minah, Orang Utan Tertua Bukit Lawang

Erupsi.com, MEDAN – Pada era 90-an silam, satu individu betina datang sebagai penghuni baru pusat rehabilitasi orang utan Sumatera (Pongo abelii) di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Ini adalah kali pertama bagi Minah, nama orang utan tersebut, berada di alam bebas dengan menyandang status semi liar.

Hari-hari berlalu. Minah muda berayun riang di hutan seperti ordo primates pada umumnya. Minah juga begitu rajin membuat sarang di ranting pepohonan tinggi.

Waktu terasa menggembirakan sebelum tragedi memilukan terjadi beberapa tahun silam. Minah kini menjelma menjadi orang utan paling agresif alias terganas di Bukit Lawang. Kehadirannya ditakuti, namun sekaligus paling dinanti.

Bagi para pemandu lokal atau guide, kehadiran Minah dan orang utan semi liar lainnya di Bukit Lawang adalah atraksi utama untuk menarik wisatawan, baik lokal maupun asing.

Bekas Bacokan di Wajah

Saking favoritnya, para guide ingat betul ciri-ciri orang utan di tempat ini. Minah menjadi yang paling sangar dengan tanda khusus di bagian dahi. Persis di sisi atas mata kirinya, terdapat bekas luka yang menyimpan kenangan begitu kelam.

Luka tercipta dari hantaman parang seorang pemandu lokal demi melepaskan cengkeraman Minah di tubuh wisatawan. Bekas luka di wajah itu menjadi saksi bisu di balik keganasannya saat ini.

Orang utan Bukit Lawang
Orang utan bernama Minah di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara / Erupsi-Wawan Gunadi Batubara

Seperti diketahui, orang utan memiliki lengan yang panjang dan tenaga yang kuat. Tenaganya dipercaya lebih kuat tujuh kali lipat dari manusia.

Kekuatan Orang Utan

Orang utan mampu mengangkat beban berbobot 500 pon atau setara 227 kilogram. Spesies orang utan juga sangat lihai bergelantungan di pohon. Di sisi lain, tekanan gigitannya bisa mencapai 600 pound per square inch (PSi).

Saat mengetahui kedatangan tourist, Minah akan langsung bergegas menghampiri untuk meminta makanan. Perilaku serupa awam dilakukan orang utan semi liar penghuni Bukit Lawang.

Bahkan banyak wisatawan yang memang menunggu-nunggu momentum ini. Akan tetapi, sikap Minah terkenal lebih agresif ketimbang yang lain.

Pengalaman bertemu Minah sudah beberapa kali dialami oleh Anjala, seorang pemandu wisata lokal di Bukit Lawang. Namun ada satu cerita yang paling berkesan baginya.

“Hampir seluruh pemandu sudah berhadapan langsung dengan Minah, bergulat, termasuk saya sendiri,” kata Anjala saat berbincang dengan Erupsi, Selasa (20/9/2022).

Bertemu Orang Utan Terganas Bukit Lawang

Pengalaman itu dialami Anjala pada 2018 lalu. Seperti biasa, lelaki berusia 29 tahun ini membawa wisatawan asing melakukan jungle trekking ke dalam hutan.

Orang utan Bukit Lawang
Minah bersama anaknya / Istimewa-SPTN Wilayah V Bahorok BBTNGL

Setelah tujuh jam perjalanan, mereka tiba-tiba diadang oleh Minah. Anjala berinisiatif untuk mengusirnya ke pinggir. Beruntung, mereka bisa melanjutkan perjalanan tanpa harus melukai Minah.

“Sebenarnya itu adalah hal biasa untuk kami seorang pemandu. Karena harus melalui penurunan bukit, saya sendiri harus berhadapan dengan Minah sehingga tamu yang saya bawa selamat sampai tujuan,” kata Anjala.

Menurut Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah V Bahorok Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Palber Turnip, peristiwa kelam itu dialami Minah pada sekitar 2010 silam. Konon, Minah dibacok oleh seorang guide untuk menyelamatkan wisatawan yang dibawanya.

“Setelah kami telisik, kejadiannya terpaksa si guide mengambil tindakan itu agar tidak melukai tamu. Jadi tamu sudah dia cengkeram, kalau sempat diangkat ke pepohonan bisa tewas tamunya. Jadi mungkin tindakan terpaksa,” kata Palber kepada Erupsi.

Anak Mati Membusuk di Pelukan

Selain dibacok, menurut Palber, Minah juga pernah mengalami pengalaman suram lainnya pada sekitar 2014-2015 lalu.

Minah dikenal sebagai induk yang sangat protektif terhadap anak. Umumnya, anak orang utan akan terus mengikuti induknya sebelum berusia lima tahun. Perilaku inilah yang membuat Minah lebih sukar untuk melakukan hubungan intim dengan pejantan.

Dulu, menurut Palber, Minah pernah memiliki bayi yang akhirnya mati. Penyebabnya diduga akibat mengalami benturan. Peristiwa itu terjadi saat individu pejantan datang coba memikat dan memisahkan Minah dari anaknya tersebut.

Rasa sayang Minah tidak pudar meski buah hatinya sudah mati. Dia tetap memeluk anaknya hingga menjadi bangkai.

Otoritas yang mendengar informasi itu kemudian langsung mencari keberadaan Minah. Setelah ditemukan, petugas berupaya memisahkan Minah dari bangkai anaknya yang masih ada di pelukannya.

Peristiwa demi peristiwa tragis itulah yang membentuk karakter Minah saat ini.

“Sampai akhirnya, mungkin karena juga sudah merasa bau, Minah menjatuhkan anaknya ke bawah. Dan saat itu memang sudah mati dan mulai membusuk,” kata Palber.

Selama ini, Minah dikenal memiliki sikap protektif terhadap bayi-bayinya. Selama menghuni hutan di Bukit Lawang, Minah diperkirakan sudah melahirkan sekitar lima individu anak. Di antaranya betina bernama Chaterina yang kini sudah berumur 12 tahun.

Orangutan Minah
Orang utan Minah saat bergelantungan di atas pohon / Istimewa – SPTN Wilayah V Bahorok BBTNGL

Orang Utan Tertua Bukit Lawang

Menurut Palber, Minah merupakan orang utan semi liar tertua di tempat itu. Usianya kini diperkirakan mencapai 40-45 tahun.

“Umumnya, orang utan baru akan melepaskan anaknya setelah berusia lima tahun. Sebelum itu, anak akan tetap ikut dengan induknya,” ujar Palber.

Seperti dituliskan di atas, kehadiran Minah membuat cemas sekaligus paling dinanti. Di satu sisi, Minah terkenal agresif dan ganas. Namun di sisi lain, kehadirannya sangat diharapkan.

Sebab, pertemuan dengan orang utan di alam liar merupakan impian sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Bukit Lawang.

Orangutan Minah
Orang utan Minah di Bukit Lawang / Istimewa – SPTN Wilayah V Bahorok BBTNGL

“Kalau Minah ini kadang dibenci karena masih mau menyerang kalau guide atau wisatawan tidak bawa makanan. Tapi dia dulu yang paling sering muncul ketika guide bawa tamu. Jadi Minah ini juga jadi harapan untuk bisa ditemui,” kata Palber.

Proteksi ketat Minah terhadap anaknya juga terkenal di kalangan pemandu wisata Bukit Lawang. Menurut Anjala, Minah biasanya akan pergi menjauh ke dalam hutan tatkala merawat bayi.

“Minah adalah seekor orang utan yang sangat pintar menjaga keturunannya. Apabila dia mempunyai keturunan yang baru makan, dia akan mencoba untuk mengasingkan diri pergi ke dalam hutan lebih jauh. Sehingga bayi tersebut tumbuh besar,” kata Anjala.

Orang Utan Bukit Lawang Minah Menghilang?

Menurut Palber, Minah sudah tidak terlihat oleh para pemandu wisata dan petugas sejak pandemi Covid-19 melanda awal 2020 lalu.

“Untuk Minah, dia sudah beberapa lama ini tidak tampak. Jadi mulai Covid-19, sudah jarang ketemu dia,” kata Palber.

Ada beberapa teori yang mengiringi teka-teki keberadaan Minah. Palber memperkirakan Minah telah pergi jauh ke dalam hutan untuk bertahan hidup karena sudah berusia nyaris 50 tahun.

Orangutan
Orang utan Minah bersama anaknya di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara beberapa tahun lalu / Erupsi – Istimewa

“Tapi memang, dia kan sudah cukup berumur, sudah di atas 40 tahun. Jadi kalau dia sudah menua, sudah merasa tidak sanggup bersaing, dia akan cari tempat-tempat yang tidak banyak atau bahkan tidak ada orang utan lain,” kata Palber.

“Tapi ini masih teori kami, karena memang sudah tidak pernah jumpa. Anak-anaknya kan juga sudah mandiri,” sambungnya.

Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bukit Lawang

Dulu, Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bukit Lawang menampung orang utan hasil penyitaan maupun penyerahan. Setelah melalui masa rehabilitasi, orang utan akan dilepaskan ke hutan dengan status semi liar.

Taman Nasional Gunung Leuser
Taman Nasional Gunung Leuser di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara / Erupsi – Dian Gunawan

Sebelum dihentikan, pengelola juga menjadikan jadwal feeding atau pemberian makan orang utan sebagai atraksi wisata di Bukit Lawang.

Kini, menurut Palber, ada sekitar 17 individu orang utan semi liar di Bukit Lawang. Sedangkan secara keseluruhan diperkirakan ada sekitar 100-200 individu. Mereka mendiami habitat seluas 500 hektare persegi.

Selain keberadaan orang utan, Bukit Lawang juga dikenal karena panorama alam. Terdapat aliran sungai ala hutan hujan tropis yang juga jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Taman Nasional Gunung Leuser
Aliran sungai hutan hujan tropis di Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara / Erupsi – Dian Gunawan

“Minah termasuk yang paling tua di Bukit Lawang,” kata Palber.

Teka-teki keberadaan Minah saat ini juga menarik perhatian para pemandu wisata lokal. Akan tetapi, Anjala memilih untuk berpikir positif. Dia yakin Minah masih berada di dalam hutan.

“Sudah ada delapan bulan yang lalu dan sampai saat ini kami tidak pernah berjumpa dengan Minah. Kami berpikir positif kalau dia sudah berkembang di hutan karena Covid-19. Sehingga dia harus bisa menyesuaikan hidupnya tidak tergantung dengan manusia lagi,” kata Anjala mengakhiri.

Kata Kuncihttps://www erupsi com/kisah-tragis-di-balik-keganasan-minah-orang-utan-tertua-bukit-lawang/ -

Leave a Comment